PUASA PENUH CINTA KANG JAMIN JELASKAN KEWAJIBAN SUBROGASI MENURUT FATWA DSN MUI

Menurut Fatwa DSN MUI Nomor 67 Tahun 2008, Anjak piutang syariah adalah penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang kemudian menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak yang ditunjuk oleh pihak yang berpiutang sesuai prinsip syariah. Konsep anjak piutang syariah sering dikatakan sama dengan istilah hiwalah. Hiwalah merupakan pemindahan utang dari satu tanggungan kepada tanggungan yang lain dengan utang yang sama.

Dalam surat Al- Baqarah Ayat 245 “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan”. Islam mengajurkan untuk melunasi utang dengan segera jika telah sanggup untuk membayarnya. Namun jika ia belum mampu untuk membayarnya, utang tersebut dapat dialihkan kepada seseorang yang lain. Jika ia tidak melunasi utangnya, maka ia telah berbuat dzalim.

Praktik Subrogasi dalam Penjaminan Syariah antara lain adalah hak tagih berupa uang dari Makful Anhu (Nasabah) yang beralih dari Makful Lahu kepada Kafil (Jamkrida Banten) sehubungan dengan telah dibayarnya sejumlah uang sebagai pembayaran klaim. Hak Subrogasi juga timbul atas klaim yang sudah dibayarkan untuk kafalah pembiayaan yang macet terkecuali disebabkan Makful Anhu (Nasabah) meninggal dunia. Selain itu, Makful Lahu (Terjamin) wajib menagih piutang subrogasi secara aktif kepada Makful Anhu (Nasabah) sesuai jumlah kerugian sampai lunas dan hasilnya wajib disetorkan kepada Kafil (Jamkrida Banten) secara proporsional dengan Makful Lahu (Terjamin), disamping itu Makful Lahu (Terjamin) wajib menyampaikan progres penagihan setiap bulan kepada Kafil (Jamkrida Banten)

Menu Disabilitas